Melestari Kebudayan Gandrung Sewu

Karya: Lika Rahmadani

Ini cerita tentang Ina yang tinggal di desa blambangan. Ina merupakan seorang anak perempuan yang sangat suka kebudayaan daerah. Sejak kecil, ia suka keanekaragaman budaya nusantara. Ina terlahir dari keluarga yang kurang mampu. Kehidupannya serba kekurangan dan sangat terbatas. Ayah Ina seorang petani yang bekerja keras agar kebutuhan rumah tangganya terpenuhi. Ibu Ina, ibu rumah tangga yang memiliki sifat ramah, sopan, baik, dan sangat sabar, serta penyayang. Walaupun Ina terlahir dari kelurga  yang kurang mampu dan sangat sederhana, Ina sangat bersyukur, ia masih memiliki kedua orang tua yang lengkap. Ia masih dapat merasakan hangatnya kasih sayang dari kedua orang tuanya, meskipun mereka sering mendapat cemooh dari para tetangga dan hinaan yang membuat mereka merasa bahwa mereka bagaikan orang yang tidak berguna. Walaupun keadaan keluarga Ina sangat buruk, mereka memiliki hati yang baik, mereka berusaha untuk tegar dan tabah menghadapi segala cobaan yang mereka hadapi. Ina tumbuh menjadi anak yang sangat murah hati, penyabar, rendah hati, dan penyayang .

   Suatu hari di desa Ina sedang mengadakan pagelaran pentas seni tradisional gandrung sewu. Ina dan teman- temannya berencana untuk mengikutinya. “Hai Ina apakah kamu akan ikut dalam pagelaran pentas seni tradisional?” tanya Lina. “Hai Lina aku sebenarnya ingin mengikutinya tetapi aku takut.” Jawab Ina  yang merasa takut. ”Kenapa takut Ina?” Tanya Edo. ”Aku takut orang-orang akan menghina dan menertawakanku.” Jawab Ina merasa takut. ”Jangan berfikir seperti itu Ina. Kamu itu anaknya hebat dan berprestasi.” Ujar Lina yang coba menenangkan Ina. “Apa yang di katakan Edo itu benar?” tanya Ina kepada teman temannya. “Iya itu benar Ina.” Jawab secara bersamaan Edo dan Lina .

Tak lama kemudian, kepala desa datang di balai desa yang saat itu sudah ramai di penuhi oleh para peserta yang berpartisipasi dalam acara pagelaran seni tradisional gandrung sewu. “Selamat pagi semuanya!” Sapa kepala desa. “Selamat pagi Pak.” Jawab seretak para peserta dengan semangat. “Baik, saya di sini akan menjelaskan beberapa hal mengenai pagelaran seni tradisional gandrung sewu dan sedikit sejarah mengenai tari gandrung.” Jelas kepala desa .

Awalnya tari gandrung dibawakan oleh penari laki-laki dengan dandanan perempuan. Namun, dengan berkembangnya islam di bumi  Blambangan, gandrung lanang mulai pudar. Konon hal ini berkaitan setelah kematian penari terakhirnya, Marsan. Setelah itu, munculnya semi, perempuan pertama yang membawakan tari gandrung pada tahun 1895. Sejak itu tari gandrung lebih dominan dibawakan perempuan daripada laki-laki. Di banyuwangi secara resmi gandrung telah dinobatkan sebagai ikon daerah. Bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Banyuwangi 2002, gandrung di kukuhkan sebagai maskot Banyuwangi.

Festival gandrung sewu pertama kali digelar pada 17 November 2012 di pantai Boom Banyuwangi diikuti oleh 1044 penari yang terdiri dari para pelajar SD, SMP, SMA Banyuwangi. Pangelaran gandrung sewu yang mengambil tema jejer gandrung ini tidak menampilkan terian semata, namun lengkap dengan drama kolosal sejarah tari gandrung. Acara diawali dengan kesenian kuda lumping buta. Dilanjutkan dengan aksi yang mengisahkan sejaran asal muasal tari gandrung.

Gandrung sewu memang menjadi bukti faktual bagaimana sebuah budaya mampu menggerakan partisipasi rakyat. Pagelaran gandrung bukan hanya sekadar pertunjukan tari kolosal, tetapi mengandung makna konsolidasi budaya yang melibatkan banyak pihak. Gandrung sewu telah menjadi daya tarik wisata tersendiri.” Jelas kepala desa panjang lebar.

Setelah Ina dan teman-temannya mendengarkan panjelasan dari kepala desa mengenai sejarah gandrung sewu, mereka menjadi semangat dan makin memahami betapa penting melestarikan kebudayaan agar tidak hilang seiring berkembangnya zaman. Ina dan teman-teman bersemangat untuk berpartisipasi dalam acara tersebut. Ia menjadi lebih percaya diri untuk mengikutinya.

Pada keesokan harinya, Ina dan teman-teman mempersiapkan kostum dan properti yang akan mereka gunakan dalam pagelaran seni gandrung sewu.

“Ina apa saja properti yang harus kita siapkan?” Tanya Lina .

“Anak-anak yang perlu kalian siapkan adalahnomprog, geter, kelat bahu, gelang, ilat-ilat, kepet, kemben, renggoan werna-werna, pending, sembongan.” Jelas ibu Ina.

“Di mana kita mendapatkan itu semua Bu?” Tanya ina.

 “Ibu dengar kepala desa sudah menyiapkan di balai desa.” Jawab ibu Ina.

“Baiklah tante kami akan ke balai desa untuk menyiapkan kostum dan properti gandrung sewu.” Ujar Lina.

Di tengah perjalanan, Ina dan Lina diganggu oleh Elsa, Sita, dan Tika. Ina dan Lina berusaha untuk menghindari karena tidak mau ada keributan antara mereka. Mereka berlima adalah tetangga. Ina dan Lina berusaha menghidar dari gangguan mereka.

“Hai anak miskin!” Sapa Elsa yang menyinggung Ina.

“Hai Elsa ada apa?” Tanya Ina yang coba menghiraukan ejekan elsa.

“Heh kalian berdua anak kampung!” Sahut Tika yang nyolot.

“Heh kalian bertiga kenapa kalian menggangu Ina?” Ujar Lina yang membela Ina.

“Kalian berdua itu tidak pantas mengikuti festival gandrung sewu.” Ujar Elsa yang merendahkan Ina dan Lina.

“Memangnya mengapa kami tidak pantas mengikutinya?” Tanya Ina dengan lemah lembut supaya tidak menyinggung perasaan Elsa.

“Karena kalian berdua adalah anak miskin.” Jawab serentak Elsa, Sita, Tika sambil tertawa.

Setelah mendengar ejekan dan hinaan dari teman-temannya, Ina dan Lina bergegas untuk meninggalkan mereka. Ina dan Lina semakin semangat dan antusias untuk pagelaran pentas seni tradisional gandrung sewu. Mereka ingin membuktikan kepada orang-orang yang telah menghina mereka dan keluarganya karena mereka adalah orang yang kurang mampu dan kehidupan mereka yang sengat sederhana .

Setelah sesampainya di balai desa Ina dan Lina bergegas untuk mengambil properti yang dibutuhkan untuk mengikuti festival gandrung sewu. Ina segera mengambil perlengkapan gandrungnya,tetapi Ina merasa bahwa yang ia ambil masih kurang lengkap. Perasaan Ina pun benar. Setelah Ina melihat geter, gelang kepet, rengoan werna-werna, dan sembongan milik Lina. Ina pun segera begegas untuk mencari perlengkapan yang belum ia dapatkan. Namun, Elsa, Sita, dan Tika secara sengaja mengambil semua perlengkapan yang Ina butuhkan supaya ia tidak bisa mendapat semua perlengkapan yang digunakan dalam festival gandrung sewu.

“Ina mengapa kamu terlihat cemas?” Tanya Lina.

“Aku tidak bisa menemukan perlengkapan yang digunakan dalam festival gandrung sewu.” Jawab Ina sambil merasa panik.

“Ya kasihan sekali kamu Ina.” Ujar Elsa yang mengejek Ina.

Mereka senang bahwa mereka merasa berhasil menyembunyikan perlengkapan festival, tetapi ada teman Elsa yang bernama Sita menjelaskan bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu salah. Sita menjelaskan bahwa kita harus hidup rukun dan damai antarsesama tetangga dan perbuatan yang mereka lakukan, apabila diketahui oleh kepala desa, pasti mereka akan mendapatkan hukuman yang berat. Namun, Elsa dan Tika tidak menghiraukan nasihat Sita. Mereka tetap berusaha untuk tetap menyembunyikan perlengkapan yang dibutuhkan Ina untuk mengikuti pagelaran festival gandrung sewu.

Waktu terus berlalu dengan sangat cepat, Ina semakin panik dan sangat takut karena ia belum mendapatkan perlengkapan yang ia butuhkan. Sementara itu waktu pagelaran festival gandrung sewu tinggal satu hari lagi. Ina dan Lina terus berusaha mencari perlengkapan gandrung Ina yang masih kurang. Walaupun Ina dan Lina sudah berusaha keras, mereka belum juga mendapat perlengkapan yang mereka butuhkan. Sementara itu, Sita terus memberi tahu Elsa dan Tika supaya memberikan perlengkapan Ina yang mereka sembunyikan di rumah Elsa. Elsa dan Tika pun merasa bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu sangat tidak baik. Mereka merasa malu dan ingin meminta maaf kepada Ina.

“Ina saya minta maaf karena sudah berbuat jahat terhadap kamu dan juga Lina.” Ujar Elsa meminta maaf.

“Tidak apa-apa Elsa, saya sudah memaafkan perbuatanmu.” Kata Ina yang memaafkan perbuatan elsa.

“Saya juga minta maaf Ina dan Lina.” Ujar Tika dan Sita secara bersamaan.

“Tidak apa-apa, kami sudah memaafkan.” Jawab Ina dan Lina .

Keesokan harinya Elsa, Tika, dan Sita mengembalikan perlengkapan Ina yang mereka sembunyikan. Akhirnya mereka dapat mengikuti pagelaran seni tradisional gandrung sewu tanpa adanya iri hati dan dendam. Mereka berlima pun hidup bertetangga dengan rukun. Festival gandrung sewu yang mereka ikuti berjalan dengan lancar .

Pada intinya kita harus berteman dan harus saling rukun apabila ada orang yang berniat baik pada kita maka kita harus membalasnya dengan perbuatan baik juga dengan iklas dan sepenuh hati. 

Bagikan :

Artikel Lainnya

Melestari Kebudayan Gandrung Sewu
Karya: Lika Rahmadani Ini cerita tentang Ina yang tinggal di d...
KEPAK SAYAP KEBHINEKAAN
Karya: Damai Dwi Arimbi Pada suatu hari ada anak yang bernama ...
Pengunjung Malam
Pengarang: Satria 😃 Ada seorang bocah laki-laki yang tinggal b...

Download App SPANDUCAR

Nikmati Cara Mudah dan Menyenangkan Ketika Membaca Buku, Update Informasi Sekolah Hanya Dalam Genggaman

Hubungi kami di : (0333) 592478

Kirim email ke kamismpn2_muncar@yahoo.co.id

Download App SPANDUCAR

Nikmati Cara Mudah dan Menyenangkan Ketika Membaca Buku, Update Informasi Sekolah Hanya Dalam Genggaman